Sebuah nasihat: Membantu bukan mencaci
Suatu saat ada teman yang curhat dengan saya, teman itu berusia 22 tahun dengan perasaan yang masih labil, garis mukanya keras dan menunjukkan sedikit kejudesannya. Dia ngomel-ngomel perihal anak didik yang bodohnya naudzubillah. Anak didik tersebut memang berbeda dengan teman-teman lain yang sebayanya. Matanya tidak fokus dan hanya mau berbicara dengan orang yang sudah dia kenal. Dengan orang-orang baru? jangan harap dia menanggapi. Ya, perbedaan itulah yang membuat teman mengajar saya kesal. Saya akui, teman mengajar saya tersebut memang orang yang cerdas, segala ilmu pengetahuan hampir dia menguasai tetapi ada satu dia yang kurang menguasai yaitu rasa empati dan merasakan berada di posisi orang lain. Begitulah kita yang terkadang terhanyut dengan kemampuan sendiri, terpesona dengan hal-hal kecil yangkita lakukan, dan tidak mengerti posisi orang lain. Jika setiap guru mengerti akan posisi setiap anak didiknya, maka tidak akan ada rasa kebencian yang tersemat dibenaknya. Seorang guru akan marah bukan karena kebenciannya tetapi karena rasa sayang ingin mendidik dan meluruskan anak didiknya. Berbicara baik-baik, ya berbicara baik-baik itulah solusi yang tepat untuk meredam kebodohan anak dan kenakalannya yang bukan kriminal. Jika sudah kriminal, biarkanlah petugas berwenang untuk memberikan sanksi jelas sebagai efek jera. Jika anak tak dapat diajak berbicara, maka berbicaralah pada orang tuanya. Tumbuhkanlah motivasi anak tersebut untuk belajar. Jika semua dilakukan,dan anak tersebut tetap terpuruk dalam pelajarannya, mungkin itulah sebuah takdir. Kemampuan otak manusia berbeda. Bagaikan juga kemampuan melihat setiap orang juga berbeda. Bagaikan saya yang harus memakai kacamata minus karena penglihatan yang terbatas, maka orang lain yang bermata normal tidak akan mengalami kesulitan melihat seperti saya. Seperti itu pulalah otak, otak si cerdas akan merasa heran mengapa otak si dungu tidak kunjung dapat melihat pelajaran seterang dirinya. Maka itulah manusia, tugas manusia hanyalah beribadah, menerima, bersyukur dan membantu karena pada hakikatnya kita hanya memakai dan dapat menciptakan hanya sesuai kemampuan kita, kita tak mungkin membuat planet dengan volume ratusan juta kilometer, kita tidak mungkin dapat membuat beribu-ribu bintang besar di langit. Kita hanya manusia biasa dengan tugas beribadah dan membantu sesama maka hilangkanlah kesombongan itu sebelum Tuhan menghilangkan kenikmatan yang masih bisa engkau raih
CATATAN HATI SEORANG GURU
by. Linda
CATATAN HATI SEORANG GURU
by. Linda
Comments
Post a Comment